Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun kenyataannya tanpa di sadari perilaku orang tua sering kali tidak sejalan dengan keinginan tersebut. Tanpa di sadari orang tua justru berperilaku toksik yang berdampak buruk pada masa depan anak alih-alih mendukung dan mengarahkan anak mencapai cita-citanya. Anak tersakiti dan merasa tidak dihargai.

Parenting Detox

Penulis : Angga Setyawan (@anakjugamanusia)

Terbit : Februari 2022

Penerbit : Penerbit Noura Books

ISBN : 978-623-242-305-3

Beberapa perilaku toksik orang tua yang dipaparkan dalam buku ini, antara lain :

  • Tuntutan Belajar Calistung

Kini banyak kelompok bermain (KB/playgroup) dan taman kanak-kanak (TK) yang mewajibkan siswanya belajar calisung. Sayangnya orang tualah yang mendorong sekolah untuk memberikan materi calistung pada anak-anak. Kalau ada sekolah yang tidak mengajarkan calistung, orang tua malah mempertanyakan dan meragukan kualitas sekolah itu.

Potensi Risiko :

  • Anak Kehilangan Minat

Anak-anak yang dituntut bisa calistung sejak dini berisiko kehilangan minat pada bidang itu kelak. Kenapa begitu? karena dituntut itu tidak enak. Bila proses belajarnya saja sudah tidak enak, ia akan memaknai bahwa membaca itu tidak enak.

  • Merampas Kesempatan Bermain

Bila orangtua menuntut anak bisa calistung sebelum masuk SD, lalu anak setiap hari dan hampir sepanjang waktu belajar calistung ini sama saja merampas kesempatan bermainnya.

  • Menghambat Anak Belajar Mengelola Perasaan

Rasa adalah bagian penting dalam perkembangan anak . Balita khususnya masih lebih sering memakai perasaan daripada logika. Tuntutan belajar calistung hanya akan menghambat anak belajar mengembangkan dan mengelola perasaanya.

  • Gadget Sebagai Alat Suap

Gadget (gawai) adalah perangkat elektronik kecil yang mempunyai banyak fungsi seperti smartphone, tablet dan notebook. Banyak sekali orang tua yang kehilangan kendali atas gadget yang ia miliki sehingga dikuasai oleh anaknya. Namun yang sering terjadi adalah gadget dijadikan sebagai alat suap

Potensi Risiko :

  • Anak Berstrategi dan Membuat Ulah

Anak yang sering disuap oleh gadget akan sering berstrategi dengan membuat ulah agar ia di pinjami gadget. Bila ini sering terjadi anak jadi belajar untuk berulah, rewel dan ribut bila ia ingin main gadget tetapi tidak di pinjami.

  • Membentuk Mental Upah pada Anak

Anak yang sering di suap atau di bayar agar mau melakukan sesuatu akan terdidik memiliki mental minta upah, lama-lama anak melakukan sesuatu bukan karena tanggung jawab tetapi karena mencari upah. Hati-hati dengan pola didik seperti ini. Bila anak terlanjur punya mental minta upah, kita akan kesulitan membentuk mental berjuang pada diri anak.

  • Membandingkan Anak dengan Orang Lain

Setiap anak itu unik, dinamis, punya keinginan dan perilaku dasar yang berbeda-beda. Namun sebagai orang tua kita sering kali melihat anak kita masih ‘di sini’ sementara anak orang lain sudah ada ‘di mana-mana’. Dorongan orang tua membandingkan anaknya dengan anak lain bisa beragam. Ada yang beralasan ingin memotivasi anak, ingin anaknya lebih baik dari anak lain karena gengsi, ada yang karena sebal dengan ulah anak sendiri dan heran melihat anak lain yang sepertinya asyik dan sopan.

Potensi Risiko :

  • Anak tidak nyaman dengan kehadiran orang tuanya
  • Menanam bibit iri dan dengki pada anak
  • Hanya bergerak berdasarkan kemajuan orang lain

Jadilah teladan bagi anak untuk melakukan apa yang kita maksud. Orangtua sebaiknya jangan sekadar melakukan tetapi kerjakan dengan perasaan senang, gembira dan nikmat. Denga begitu ketika anak melihat kita, anak jadi tertarik untuk melakukan apa yang orang tua kerjakan. Jadi orang tua perlu memahami anak. Jangan langsung menghakimi bahwa anak hanya sedang ngaco atau menganggu. Mungkin ia ingin mengikuti kita tetapi belum terampil. Kita perlu perlahan-lahan mengajarinya. Dan saat ia melakukan sesuatu secara benar kita kuatkan dengan apresisasi.

selamat belajar dan berexplore!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *